Selasa, 05 Mei 2009

DAMPAK POSITIF ICT DALAM PENDIDIKAN
[ Website - 02 Mar 2009]


Program Pasca Sarjana (PPs) UNY menyelenggarakan International Seminar on ICT in Education , baru-baru ini di Gedung KPLT FT UNY. Acara yang diikuti oleh 180 peserta dari dalam dan luar negeri, menampilkan tiga keynote speakers Prof. Abtar Kaur (Malaysia) Prof. Okhwa Lee (Korea), dan Dr. Djoko Sutrisno (Direktur Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Depdiknas) dan tiga sesi paralel menampilkan 12 paper pilihan dari 30 paper yang terseleksi. Acara dibuka oleh Pj rektor UNY Dr. Rochmat Wahab MA dan Direktur PPs UNY, Prof. Soenarto, Ph.D, dihadiri oleh para Pembantu Rektor, Asisten Direktur PPs, , dan tamu undangan lainnya. Keynote Speaker, Prof. Abtar Kaur dalam papernya yang berjudul “How Visionary Can You Be with ICT in Education-And Chiece It”, menyampaikan dampak positif ICT dalam pendidikan. Menurutnya, dampaknya tidak hanya pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membangun sikap yang lebih baik, perilaku sosial, dan ketrampilan untuk menuju lifelong learning. Lebih lanjut Abtar Kaur menyatakan bahwa ICT tidak hanya untuk pembelajaran, tetapi lebih pada manajemen institusi pendidikan secara meneyeluruh, dengan mengambil contoh kasus di Open University Malaysia (OUM). Sedangkan Prof. Okwa Lee dalam kesempatan tersebut menyampaikan pentingnya ICT dalam pendidikan saat ini dan ke depan. Okwa Lee menyampaikan implementasi ICT dalam pembelajaran saat ini dan strategi implementasi ICT ke depan dari perspektif perkembangan ICT dari sisi perangkat keras dan perangkat lunak. Sementara Dr. Djoko Sutrisno menyampaikan kebijakan Direktorat PSMK tentang implementasi ICT di SMK. Ada dua hal pokok yang disampaikannya yaitu pemanfaatan ICT untuk pembelajaran di SMK dan ICT untuk mendukung manajemen pendidikan kejuruan di indonesia. Untuk mendukung kedua hal tersebut Direktorat PSMK menyediakan saluran Internet di SMK dan saat ini sudah 6000 SMK (81%) yang terhubung ke Internet, menyediakan PC & komputer notebook murah untuk para siswa SMK, dan penyediaan konten pembelajaran online. Dalam sesi paralel terakhir, Priyanto menyampaikan gagasan perlunya re-engineering dalam pengembangan e-learning di Indonesia. Ini diperlukan mengingat peringkat e-learning readiness di Indonesia pada tahun 2003 menduduki peringkat 52 dari 60 negara, angka ini masih jauh dibandingkan Malaysia pada peringkat 25, dan Singapura yang menduduki peringkat 6 pada tahun yang sama. Re-engineering yang dimaksud adalah menggunakan model e-learning readiness sebagai strategi pengembangan. Paper ini mengacu pada pendapat “when great technology meets poor culture, the culture wins everytime.” Kondisi inilah yang terjadi di Indonesia. (Pri/lensa).

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Blog List

Term of Use